LIFE IS

All my yesterdays have brought me to this day, and all my tomorrows begin with now

Saturday, June 11, 2011

Roh Kudus yang Mempersatukan (Kisah Para Rasul 2:1-8)

Khotbah/Renungan Kisah Para Rasul 2:1-8

Selamat Merayakan Pentakosta!


Hari ini kita merayakan dan merenungkan satu peristiwa penting dalam hidup kita sebagai orang Kristen, peristiwa yang dalam beberapa aspek bisa disebut sebagai cikal bakal dari kelahiran gereja, dan yang nantinya menjadi pemicu dan pemacu semangat penyebaran Injil. Peristiwa dimaksud adalah peristiwa pencurahan Roh Kudus sebagaimana dikisahkan oleh teks yang kita bacakan tadi. Peristiwa ini terjadi di Yerusalem, tepatnya pada hari Pentakosta bangsa Israel (yaitu hari di mana mereka  melakukan perayaan pengucapan syukur atas hasil panen gandum). Pesta itu dirayakan tujuh minggu (sebab itu juga dikenal dengan nama "hari raya Tujuh Minggu", Ul. 16:10) setelah hari Paskah mereka (yaitu perayaan peristiwa keluarnya bangsa Israel dari tanah Mesir), atau tepatnya pada hari kelima puluh (Yunani Pentakosta berarti: kelima puluh). Barulah pada zaman Perjanjian Baru setelah kenaikan Yesus ke Surga hari pentakosta ini dihubungkan dengan turunnya Roh Kudus (Kis. 2), dan dirayakan pula pada hari kelima puluh setelah paskah Kristen, yaitu peristiwa kebangkitan Yesus dari antara orang mati.

Pencurahan Roh Kudus ini pada satu sisi merupakan bagian dari penggenapan nubuatan nabi Yoël dalam PL (Yoël 2:28-32), dan penggenapan janji Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya bahwa Dia akan mengirimkan Penghibur bagi mereka (Yoh. 14:26; Kis. 1:8); dan pada saat yang sama pula pencurahan Roh Kudus menandakan bahwa modal awal, tenaga awal, kekuatan awal diberikan sehingga para murid dan semua orang percaya bisa lebih bersemangat, berani, kuat dan menerima kuasa dalam meneruskan pemberitaan Injil, mulai dari Yerusalem, ke Yudea, ke Samaria, sampai ke ujung-ujung bumi (Kis. 1:8). Dalam rangka inilah para murid berkumpul di satu tempat di Yerusalem bersama dengan semua orang percaya pada saat itu pada hari Pentakosta.

Ada tiga hal menarik yang perlu kita renungkan:
1)  Tentang fenomena ajaib yang terjadi pada peristiwa itu, terutama fenomena kemampuan berbahasa lain yang akhir-akhir ini sangat digandrungi oleh banyak orang Kristen dan diklaim sebagai bahasa roh.
Suatu hari ada teman yang menceritakan pengalamannya pindah-pindah gereja. Pada awalnya dia (dan seluruh keluarganya) tercatat sebagai warga jemaat BNKP, tetapi kemudian dia sendiri sering mengikuti kebaktian di beberapa gereja yang mengklaim diri sebagai gereja yang “memiliki” Roh Kudus. Tidak tanggung-tanggung, teman saya ini membiarkan dirinya dibaptis ulang karena menganggap baptisan kecilnya dulu belum “rohani” karena tidak tahu apa-apa dan tidak ada bahasa rohnya. Hanya dalam beberapa minggu, teman saya ini menjadi salah seorang pekerja di gereja barunya untuk merekrut orang lain, terutama para pemuda (yang secara spiritual dan emosional masih labil) agar ikut beribadah di gereja yang dia ikuti sekaligus menjadi anggotanya. Dia “menghipnotis” para pemuda dengan memperkenalkan “bahasa roh” yang menurutnya hanya ada di gereja barunya, sedangkan “di BNKP atau gereja-gereja arus utama tidak ada karena tidak rohani”, demikian katanya. Tanpa berpikir panjang para remaja-pemuda pun, dan bahkan ada orangtua, mengikuti arahannya untuk pindah gereja, dan entah dari roh mana, mereka dengan kompaknya “menjelek-jelekkan” gereja yang sudah ditinggalkan sebagai gereja yang tidak ada rohnya.

Namun, pada akhirnya seperti teman saya ini kemudian katakan: “Saya menyesal telah ikut dan mengajak banyak orang ke gereja baru itu, karena ternyata bahasa roh yang dimaksud hanya merupakan cara kami mencari sensasi saja supaya orang lain tertarik dan mau mengikuti kami. Sampai sekarang saya tidak tahu apa arti dari bahasa roh yang sering kami ucapkan itu, dan saya juga tidak tahu untuk apa bahasa roh itu”.

Setelah berdiskusi dalam beberapa kali pertemuan, akhirnya teman saya ini memutuskan untuk kembali ke gereja asalnya dan mengatakan: “Bagi saya sekarang yang terpenting bukan berbahasa roh, tapi menjalani kehidupan saya dengan lebih bermakna bagi diri saya sendiri, bagi orangtua saya, bagi keluarga saya, bagi orang lain, dan bagi kemuliaan Tuhan Yesus”.

Kisah di atas hanyalah salah satu dari sekian banyak pengalaman saudara-saudara kita seiman yang menggandrungi bahasa roh tanpa mengetahui artinya. “Bahasa-bahasa yang baru” (Yunani: glossa, Inggris: tongues) adalah bahasa-bahasa dari suku/bangsa lain yang mempunyai struktur kalimat dan pengertian yang jelas dan dapat dimengerti oleh manusia. Peristiwa di Kis. 2, ketika para murid ber”bahasa roh” maka orang Yahudi mendengar mereka berbicara dalam bahasa Yahudi, orang Kreta mendengar mereka berbahasa Kreta, orang Arab mendengar mereka berbahasa Arab”, dan sebagainya. Artinya para murid yang sebelumnya tidak bisa berbicara dalam bahasa orang Kreta, bahasa orang Arab, dsb, sekarang bisa karena Roh memampukan mereka untuk berbicara dalam bahasa-bahasa tersebut, dan orang-orang yang ada di situ bisa mengerti bahasa-bahasa itu.

Fakta sekarang:
  • Ada beberapa “hamba Tuhan” yang menggunakan teks ini untuk mengklaim bahwa setiap orang percaya harus ber”bahasa roh” sebagai tanda orang Kristen sejati, sehingga membuat orang Kristen yang tidak ber”bahasa roh” ragu-ragu apakah mereka orang Kristen sejati atau tidak!  
  • “Bahasa roh” saat ini berbeda dengan “bahasa roh” pada Kisah Para Rasul. Jelas bahwa di Kisah Para Rasul, “bahasa roh” adalah bahasa yang mempunyai struktur kalimat dan kata yang jelas dan dapat dimengerti oleh suku/bangsa lain. Tetapi “bahasa roh” saat ini adalah “bahasa” yang struktur kalimat dan kata-katanya tidak jelas. Biasanya hanya terdiri dari 2 sampai 5 suku kata yang tidak jelas dan diulang-ulang.

          Contoh : tra – la – la, tra – la – la dst , shikara-kara- kara – mande …. dst.

Bahasa roh merupakan salah satu karunia Roh Kudus yang diberikan kepada beberapa orang percaya secara khusus dan sesuai dengan kehendak Roh Kudus. Artinya, kalau kita memang tidak dikehendaki oleh Roh Kudus untuk menerima karunia bahasa roh, ya jangan memaksakan diri untuk bisa berbahasa roh, sampai kursus bahasa roh segala! Demikian juga dengan para “hamba Tuhan” janganlah Anda memaksakan setiap orang Kristen untuk berbahasa roh, apalagi memvonis orang yang tidak berbahasa roh sebagai orang yang tidak ada Roh Kudusnya, padahal sangat jelas bahwa tidak semua orang percaya mendapat karunia bahasa roh!

Bahasa roh di Kisah Para Rasul ini merupakan mukjizat bahasa yang terjadi satu kali di satu tempat. Sebagai mukjizat, bahasa roh ini berfungsi meneguhkan Injil yang diberitakan oleh para rasul. Bahasa roh à sebagai manifestasi Roh Kudus ketika Injil memasuki daerah/wilayah baru, dan bukan sebagai tujuan utama dari peristiwa pencurahan Roh Kudus ini.

Ada beberapa fakta di dalam Alkitab, khususnya dalam Kisah para Rasul sehubungan dengan bahasa roh ini, yang intinya adalah meyakinkan dan meneguhkan iman orang-orang yang baru percaya kepada Yesus. Misalnya kepada orang-orang Yahudi di Yerusalem (Kis. 2), kepada orang Samaria (Kis. 8), kepada orang-orang non Yahudi di Kaisarea (Kis. 10:46), dan kepada murid-murid Yohanes di Efesus (Kis. 10:46).

Jadi, bahasa roh yang terjadi di beberapa tempat di atas menunjukkan bahwa Injil telah memasuki wilayah yang telah diamanatkan oleh Tuhan Yesus kepada para rasul, dan hanya terjadi satu kali di setiap tempat dan tidak terulang lagi. Dalam surat 1 Korintus 13:8 disebutkan: “Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap”.

2)  Tentang nubuatan dan janji yang melatarbelakangi pencurahan Roh Kudus, yaitu adanya nubuat nabi Yoël dalam PL bahwa TUHAN Allah akan mencurahkan Roh-Nya kepada semua manusia; dan adanya janji Yesus sendiri bahwa Ia akan mengirimkan Roh Penghibur bagi murid-murid-Nya dan setiap orang percaya. Melalui peristiwa pencurahan Roh Kudus ini maka kedua nubuatan dan janji Allah digenapi. Itu artinya Tuhan tidak pernah berjanji tanpa memenuhinya; karenanya kita harus tetap percaya penuh pada Tuhan Yesus, dan mau membuka diri untuk diisi oleh Roh Kudus. Roh Kudus tidak akan pernah memaksakan diri untuk masuk dalam diri kita, tapi menunggu keterbukaan hati, pikiran dan segenap hidup kita untuk menerima-Nya. Dalam konteks ini bahasa roh diberikan sebagai “teguran keras” bagi orang-orang Yahudi yang tidak taat kepada Allah (bnd. Yes. 28:11; Ul. 28:49; 1 Kor. 14:21).

3)   Tentang dampak dari pencurahan Roh Kudus itu. Seperti kita baca tadi, bahwa pencurahan Roh Kudus yang didahului oleh bunyi seperti tiupan angina keras yang memenuhi seluruh rumah, dan lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing, ternyata membawa dampak yang luar biasa.
  • Semua orang yang ada di situ tercengang-cengang dan heran, dan mereka diyakinkan bahwa ada kuasa dalam Injil Yesus. Mereka pada akhirnya percaya kepada Yesus dan pada hari itu ada kira-kira 3000 jiwa yang memberi diri dibaptis (Kis. 2:41).
  • Semua orang yang berasal dari berbagai latar belakang bahasa, bangsa, suku dan budaya, ternyata dapat dipersatukan oleh Roh Kudus. Kita memang tidak bisa memaksakan agar peristiwa pencurahan Roh Kudus seperti dalam Kisah para Rasul ini terulang lagi, sebab hanya terjadi sekali saja. Tapi, tanpa pencurahan seperti di Yerusalem ini toh kita bisa melihat Tuhan berkarya di tengah-tengah kita dalam kuasa dan kemuliaan-Nya. Kita percaya bahwa kita bisa menciptakan suatu situasi atau suasana di mana semua orang percaya bisa merasakan kehadiran Roh Kudus, merasakan kuasa dan kemuliaan-Nya. Contohnya adalah dengan tetap menjaga keharmonisan, kesatuan dan sikap saling menghargai di antara kita sekali pun kita memiliki perbedaan-perbedaan dalam banyak aspek dan dimensi kehidupan. Jadi, setiap roh yang mengklaim orang Kristen lainnya tidak rohani, dan yang mengkalim gereja lain sebagai gereja yang buruk, tidak rohani dan duniawi, perlu dipertanyakan, jangan-jangan roh itu bukan Roh Kudus, melainkan roh kuda yang suka melompat-lompat dari satu tempat ke tempat lain.
  • Kuasa sudah diberikan, jadi tinggallah sekarang orang-orang percaya bekerja dan memberitakan Injil Yesus Kristus. Jadi, setiap orang percaya yang sudah dihinggapi oleh Roh Kudus pasti memiliki keberanian dan semangat untuk menjadi saksi-saksi Kristus yang hidup, dan sekali lagi tetap dalam konteks kesatuan.
Kita percaya bahwa tanpa Roh Kudus gereja tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi janganlah kita terobsesi untuk berbahasa roh, sebab inti dari pencurahan Roh Kudus bagi kita adalah bagaimana kita bisa menjadi saksi Kristus yang hidup, menjadi contoh yang baik di mana saja, dan menjadi penggerak ke arah terwujudnya persatuan di antara orang-orang percaya. Roh Kudus menyatukan kita dalam tujuan, menyatukan kita dalam doa, menyatukan kita dalam kuasa, menyatukan kita dalam perbuatan nyata. Kita membutuhkan peristiwa-peristiwa pentakosta tidak lagi seperti yang terjadi di Yerusalem ini, tetapi ketika kita bisa berjalan dan bekerja bersama dalam kasih. Vance Havner pernah mengatakan: “Kepingan salju adalah sesuatu yang mudah pecah, tetapi ketika kepingan-kepingan salju itu melekat satu dengan yang lain maka bisa menghentikan perjalanan kendaraan di jalan!”.

(by. Pdt. Alokasih Gulo, bahan khotbah Minggu Pentakosta, 12 Juni 2011) 

No comments:

Post a Comment